Indahnya musim gugur di new york

Selasa, 01 Mei 2012




alt
Pemandangan halimun yang menyelimuti perbukitan selama tur wisata musim gugur. (JAN JEKIELEK/THE EPOCH TIMES)
Bagi yang pernah mengunjungi Kota New York, semua pasti setuju bahwa New York adalah kota megapolitan yang menakjubkan baik sebagai tempat tinggal maupun tujuan wisata.
Namun menghabiskan waktu yang lama berada diantara gedung-gedung beton pencakar langit, lalu lintas yang sibuk dan keramaian jalan dapat membuat orang mendambakan suatu pemandangan lain.
Meskipun hari-hari musim gugur akan segera berakhir dan dinginnya udara semakin menjanjikan datangnya musim dingin, suasana dedaunan yang berguguran menyuguhkan suatu pemandangan lain yang telah lama diidamkan.
Warna dedaunan yang cerah menyala dan menggetarkan ini, didominasi oleh perpaduan segar warna jingga, merah dan kuning. Pemandangan menarik ini dapat dinikmati di sebelah utara Kota New York.
alt
Pemandangan Jembatan Bear Mountain yang terlihat dari Fort Montgomery. (JAN JEKIELEK/THE EPOCH TIMES)
Selama musim ini, agen-agen perjalanan wisata gencar menawarkan paket-paket wisata pemandangan musim gugur. Kali ini saya beruntung berkesempatan mengikuti sebuah paket perjalanan wisata menikmati keindahan musim gugur di New York. Tur dimulai dari pusat kota, jalan 7th Ave, dan dalam waktu tak seberapa lama kami sudah berada dalam perjalanan keluar kota.
Matthew Cumming, pemandu wisata kami, sengaja memutar perjalanan wisata ini melalui Manhattan, pusat kota tersibuk di dunia, untuk memberikan pemandangan lain bagi turis yang belum begitu mengenal Kota New York.
Mulai dari Universitas Columbus hingga ke restoran yang paling mahal di kota ini, yakni restauran sushi Jepang. Harga makan malam di sana mulai dari 400 dollar AS (sekitar Rp 4 juta) hingga 600 dollar AS (Rp 6 juta). "Harga ini belum termasuk ongkos masaknya lho!" kelakar Matthew.
Setelah melewati jembatan George Washington, yang dijuluki sebagai salah satu jembatan terindah di dunia, pemandangan musim gugur yang dinantikan segera nampak. Begitu kami memasuki Palisades Parkway, hutan yang sebagian besar ditumbuhi pohon-pohon maple, ek dan birch ini mempesona kami dengan keindahan daunnya yang beraneka warna. Sungguh mengejutkan melihat pemandangan indah ini berada dipinggiran Kota New York yang penuh sesak.
Pemberhentian pertama dalam tur ini adalah State Line Lookout, salah satu tempat tertinggi di Palisades, sebuah batuan beku yang menjadi karakteristik di daerah tersebut. Tampak serpihan kabut menyelinap diantara terjalnya karang dan berusaha menyelimuti keindahan dedaunan di musim gugur, serta menggapai Sungai Hudson yang berada dibawahnya. Seluruh pemandangan ini terlihat jelas dari Lookout.
alt
serpihan kabut menyelinap diantara bukit terjal. (JAN JEKIELEK/THE EPOCH TIMES)
Di Lookout terdapat rumah cafe mungil yang telah ada sejak 1937. Tempat ini memberikan pilihan bagi pengunjung untuk menikmati keindahan pemandangan seraya ditemani oleh kehangatan segelas kopi ataupun coklat susu.
Kemudian perjalanan tur berlanjut, melewati pemandangan puncak-puncak bukit yang bermunculan disela-sela serpihan kabut. Setelah melewati Taman Nasional Bear Mountain, kami tiba di Benteng Montgomery, yang dibangun pada abad ke-18.
Benteng ini berfungsi untuk mencegah masuknya kapal-kapal Inggris ke Sungai Hudson. Tempat ini menyuguhkan pemandangan yang spektakuler antara Sungai Hudson dan Jembatan Bear Mountain, jembatan highway pertama yang melintasi Sungai Hudson, diantara kota New York dan Albany.
Memasuki taman nasional ini lebih jauh lagi, kami tiba di tujuan akhir perjalanan wisata ini, yakni West Point, sebuah desa kecil yang menjadi tempat akademi militer tertua di Amerika. Pengunjung dapat melihat-lihat museum ini atau hanya sekadar jalan-jalan mengitari desa, tempat berbagai restauran kecil.
alt
Kiri: Penginapan Lookout Inn menawarkan pemandangan musim gugur spektakuler dengan menikmati suguhan kopi atau coklat panas di Lookout Point . Kanan: Sebuah rumah di Desa West Point, tempat Akademi Militer West Point. (JAN JEKIELEK/THE EPOCH TIMES)
 
Atmosfir desa kecil yang indah ini dapat membuat seseorang merenung, menyadari perbedaan langkah-langkah kehidupan di pusat kota dengan area pinggiran kota. (Jasper Fakkert/The Epoch Times/fdz)

0 komentar:

Posting Komentar