Tahun baru Jepang
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Istilah "shōgatsu" juga digunakan untuk periode matsu no uchi (松の内 ) atau masa hiasan daun pinus (matsu) boleh dipajang. Di daerah Kanto, Matsu no uchi berlangsung dari tanggal 1 Januari hingga 7 Januari, sedangkan di daerah Kansai berlangsung hingga koshōgatsu (小正月 , tahun baru kecil) tanggal 15 Januari.
Tanggal 1 Januari adalah hari libur resmi di Jepang, tapi kantor pemerintah dan perusahaan swasta tutup sejak tanggal 29 Desember hingga 3 Januari. Bank dan lembaga perbankan tutup dari tanggal 31 Desember hingga 3 Januari, kecuali sebagian ATM yang masih melayani transaksi.
Sampai tahun 1970-an, sebagian besar toko dan pedagang eceran di daerah Kanto tutup hingga tanggal 5 Januari atau 7 Januari. Perubahan gaya hidup dan persaingan dari toko yang buka 24 jam membuat kebiasaan libur berlama-lama ditinggalkan. Mulai tahun 1990-an, hampir semua mal dan pertokoan hanya tutup tanggal 1 Januari dan mulai buka keesokan harinya tanggal 2 Januari, tapi biasanya dengan jam buka yang diperpendek. Hari pertama penjualan barang (hatsu-uri) di pusat pertokoan dimriahkan dengan penjualan fukubukuro (kantong keberuntungan). Penjualan barang di semua mal dan pertokoan sudah normal kembali sekitar tanggal 4 Januari.
Istilah
Tanggal 1 Januari disebut ganjitsu (元日 , hari pertama), sedangkan pagi hari 1 Januari disebut gantan (元旦 , pagi pertama). Perayaan tahun baru berlangsung selama tiga hari yang disebut sanganichi (三が日 , 3 hari).Bagi sebagian orang, tahun baru belum berakhir sampai tanggal 20 Januari yang disebut hatsuka shōgatsu (二十日正月 , tahun baru tanggal 20), saat semua hiasan tahun baru sudah harus disimpan. Di daerah Kansai, Hatsuka shōgatsu dikenal sebagai honeshōgatsu (骨正月 , tahun baru tulang) karena biasanya pada hari tersebut, ikan masakan tahun baru sudah habis dimakan sampai ke tulang-tulangnya.
Kegiatan menyambut tahun baru sudah dimulai sejak dua atau tiga minggu sebelum pergantian tahun. Di daerah Kanto, hari persiapan tahun baru yang disebut o-koto hajime (お事始め , awal kegiatan) jatuh pada 8 Desember, sedangkan di daerah Kansai pada 13 Desember.
Tradisi
Di zaman dulu, kalender Jepang didasarkan pada kalender Tionghoa, sehingga orang Jepang merayakan tahun baru pada awal musim semi, bersamaan dengan Tahun baru Imlek, Tahun baru Korea, dan Tahun baru Vietnam. Pada tahun 1873, pemerintah Jepang mulai menggunakan kalender Gregorian sehingga tahun baru ikut dirayakan tanggal 1 Januari.Di Jepang, penghormatan terhadap arwah leluhur dilakukan sebanyak dua kali, di musim panas sewaktu merayakan obon dan pada awal tahun baru. Sewaktu merayakan tahun baru, arwah leluhur dipercaya datang sebagai Toshigami (年神 , dewa tahun) yang memberi berkah dan kelimpahan sepanjang tahun.
Tahun baru pernah digunakan untuk merayakan bertambahnya usia. Tradisi ini dilakukan semasa orang Jepang masih mengikuti cara perhitungan usia yang disebut kazoedoshi. Bayi dianggap sudah berumur 1 tahun sewaktu dilahirkan dan usia bertambah setahun pada tanggal 1 Januari. Pada tahun 1902, perhitungan cara kazoedoshi digantikan sistem umur bertambah sewaktu berulang tahun (man-nenrei) yang lazim digunakan di seluruh dunia.
Malam tahun baru
Hari tanggal 31 Desember atau malam tahun baru disebut ōmisoka. Di malam tahun baru, orang Jepang mempunyai tradisi memakan soba yang disebut toshikoshi soba.Stasiun televisi di Jepang bersaing memperebutkan pemirsa dengan berbagai acara malam tahun baru. NHK mempunyai tradisi menayangkan acara Kōhaku Uta Gassen, berupa kompetisi lagu antarpenyanyi terkenal yang dibagi menjadi kubu merah dan kubu putih.
Menjelang pukul 12 malam, genta yang terdapat di berbagai kuil agama Buddha di Jepang dibunyikan. Tradisi memukul genta menjelang pergantian tahun disebut joya no kane. Genta dibunyikan sebanyak 108 kali sebagai perlambang 108 jenis nafsu jahat manusia yang harus dihalau.
Kunjungan ke kuil
Hari-hari pada awal tahun baru ditandai dengan hatsumōde berupa kunjungan pertama ke kuil agama Shinto dan Buddha. Di depan kuil-kuil besar, selepas pergantian tahun sudah bisa dijumpai kerumunan orang yang menunggu pintu kuil dibuka. Doa yang disampaikan biasanya berupa harapan agar sehat dan selamat sepanjang tahun.Makanan tahun baru
Osechi adalah sebutan untuk masakan istimewa yang dimakan pada tahun baru. Sup zōni dari kuah dashi yang berisi mochi dan sayuran merupakan salah satu masakan osechi. Berbagai macam lauk masakan osechi dimasak berhari-hari sebelumnya dan diatur di dalam kotak kayu bersusun yang disebut jūbako (重箱 ). Toko swalayan besar sejak beberapa minggu sebelum tahun baru juga sudah membuka pemesanan osechi. Lauk pada masakan osechi biasanya sangat manis atau asin, seperti: kuromame, tatsukuri (gomame), kombumaki, kamaboko, kurikinton, kazunoko, dan datemaki. Makanan tahun baru diharapkan bisa tahan lama, karena tahun baru merupakan kesempatan libur memasak bagi ibu rumah tangga di Jepang.Ikan yang dimasak berbeda menurut daerahnya, di Jepang bagian timur digunakan ikan salem sedangkan di Jepang bagian barat digunakan ikan sunglir (buri). Beberapa daerah juga memiliki masakan khas yang tidak bisa dinikmati di tempat lain. Daerah Kansai memiliki masakan khas berupa ikan cod kering (bōdara) yang dimasak dengan gula pasir dan shōyu.
Penutupan perayaan tahun baru ditandai dengan memakan bubur nanakusa yang dimasak dengan 7 jenis sayuran dan rumput. Bubur ini dimakan tanggal 7 atau 15 Januari agar perut bisa beristirahat setelah dipenuhi makanan tahun baru.
Mochi
Acara menumbuk mochi (mochitsuki) merupakan salah satu tradisi menjelang tahun baru. Ketan yang sudah ditanak dimasukkan ke dalam lesung dan ditumbuk dengan alu. Satu orang bertugas menumbuk, sedangkan seorang lagi bertugas membolak-balik beras ketan dengan tangan yang sudah dibasahi air. Beras ketan ditumbuk hingga lengket dan membentuk gumpalan besar mochi berwarna putih.Selain dimakan sebagai pengganti nasi selama tahun baru, mochi juga dibuat hiasan tahun baru yang disebut kagami mochi. Secara tradisional, kagami mochi dibuat dengan cara menyusun dua buah mochi berukuran bundar, ditambah sebuah jeruk di atasnya sebagai hiasan.
Kartu pos tahun baru
Orang Jepang mempunyai tradisi berkiriman kartu pos nengajō (年賀状 , ucapan tahun baru) yang tiba persis tanggal 1 Januari. Kartu pos ucapan tahun baru dijamin sampai ke alamat yang dituju pada tanggal 1 Januari, asalkan dikirim tidak melewati jangka waktu penerimaan yang ditetapkan kantor pos. Penerimaan kartu pos biasanya dimulai pertengahan Desember hingga beberapa hari terakhir sebelum penutupan tahun. Kantor pos membutuhkan pegawai ekstra yang direkrut dari kalangan pelajar, agar semua kartu pos bisa disampaikan tanggal 1 Januari.Sebagai penghormatan terhadap orang yang meninggal, anggota keluarga yang baru ditinggalkan tidak merayakan tahun baru dan tidak mengirim kartu pos tahun baru. Sebagai gantinya, anggota keluarga yang baru ditimpa musibah mengirim kartu pos berisi pemberitahuan tidak bisa mengirim kartu pos ucapan tahun baru.
Setiap tahunnya, Kantor Pos Jepang memiliki tradisi mencetak kartu pos dengan tema yang berbeda-beda. Kartu pos dihiasi dengan lukisan tempat terkenal di Jepang dan gambar binatang Shio untuk tahun yang baru. Kartu pos tahun baru yang diterbitkan kantor pos juga memiliki nomor undian yang diundi pada awal tahun. Penerima kartu pos yang beruntung bisa memenangkan berbagai hadiah berupa barang. Selain di kantor pos, kartu pos ucapan tahun baru juga bisa dibeli di berbagai tempat. Kartu pos yang dijual di toko buku memiliki pilihan gambar yang lebih banyak, tapi sering masih perlu ditempeli prangko.
Kartu pos ucapan tahun baru bisa ditulisi sendiri dengan berbagai pesan dan ucapan. Gambar binatang atau kalimat ucapan standar bisa ditambahkan dengan menggunakan stempel karet beraneka warna yang dijual di toko buku atau stempel yang disediakan di kantor pos. Kartu pos ucapan tahun baru sering digunakan untuk memamerkan kemampuan menulis indah bagi pengirim yang pandai menulis kaligrafi. Pemilik komputer pribadi bisa menggunakan perangkat lunak khusus untuk mencetak kartu pos. Bagi orang yang memiliki banyak kenalan dan relasi, kartu pos biasanya sudah ditulisi sejak awal bulan Desember.
Berbagai ucapan selamat tahun baru yang umum:
- Kotoshi mo yoroshiku onegai shimasu (今年もよろしくお願いします )
- Akemashite omedetō gozaimasu (あけましておめでとうございます , Selamat tahun baru)
- Kin-ga shinnen (謹賀新年 , Mengucapkan tahun baru)
Otoshidama
Orang Jepang mempunyai tradisi memberikan angpao yang dikenal dengan sebutan otoshidama (お年玉 ). Sewaktu memberikan otoshidama untuk anak-anak, sejumlah uang kertas yang masih baru atau uang logam dimasukkan ke amplop kecil bernama pochibukuro (otoshidama-bukuro) yang berhiaskan aneka gambar kesukaan anak-anak. Otoshidama sangat ditunggu-tunggu anak-anak di Jepang, terutama bila memiliki paman atau bibi yang murah hati.Kesenian dan permainan
Perayaan tahun baru juga dimeriahkan dengan menulis aksara kanji pertama untuk tahun tersebut. Tradisi menulis aksara kanji yang dilakukan tanggal 2 Januari disebut kakizome (kaligrafi pertama).Tahun baru juga dirayakan dengan berbagai permainan, seperti: permainan fukuwarai (meletakkan gambar bagian-bagian wajah, seperti hidung, alis mata, dan mulut pada tempat yang tepat dengan mata tertutup), hanetsuki (bulu tangkis tradisional), menaikkan layang-layang (takoage), gasing (koma), bermain dadu (sugoroku), dan permainan memungut kartu yang disebut karuta.
Tradisi Pernikahan Jepang |
Di
setiap negara mengakui sucinya pernikahan melalui sebuah upacara
pernikahan, tidak semuanya dibuat sama. Tradisi pernikahan di suatu
negara mungkin terlihat sangat asing bagi masyarakat di negara lain.
Walaupun ada banyak cara untuk merayakan
sebuah pernikahan di Jepang, namun kebanyakan pasangan mengikuti ritual
tradisi Shinto. Shinto (cara-cara Dewa) adalah kepercayaan tradisional
masyarakat Jepang dan merupakan agama yang paling populer di Jepang di
samping agama Budha.
Saat ini,
adat pernikahan bergaya Barat, seperti ritual pemotongan kue, pertukaran
cincin, dan bulan madu, sering kali dipadukan dengan adat tradisional
Jepang.
Upacara pernikahan Shinto
sifatnya sangat pribadi, hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat
dekat. Seringkali diadakan di sebuah tempat suci atau altar suci yang
dipimpin oleh pendeta Shinto. Banyak hotel dan restauran yang dilengkapi
dengan sebuah ruangan khusus bagi upacara pernikahan.
Selama
hari-hari keberuntungan tertentu dalam kalender Jepang, sangat lumrah
untuk melihat lusinan pasangan mengikat janji dalam pernikahan Jepang di
tempat suci Shinto.
Di awal
upacara pernikahan, pasangan dimurnikan oleh pendeta Shinto. Kemudian
pasangan berpartisipasi dalam sebuah ritual yang dinamakan san-sankudo.
Selama ritual ini, mempelai perempuan dan pria bergiliran menghirup
sake, sejenis anggur yang terbuat dari beras yang difermentasikan,
masing-masing menghirup sembilan kali dari tiga cangkir yang disediakan.
Saat
mempelai perempuan dan pria mengucap janji, keluarga mereka saling
berhadapan (umumnya kedua mempelai yang saling berhadapan). Setelah itu,
anggota keluarga dan kerabat dekat dari kedua mempelai saling
bergantian minum sake, menandakan persatuan atau ikatan melalui
pernikahan.
Upacara ditutup
dengan mengeluarkan sesaji berupa ranting Sakaki (sejenis pohon keramat)
yang ditujukan kepada Dewa Shinto. Tujuan kebanyakan ritual Shinto
adalah untuk mengusir roh-roh jahat dengan cara pembersihan, doa dan
persembahan kepada Dewa.
Prosesi
singkat ini sederhana dalam pelaksanaannya namun sungguh-sungguh
khidmat. Maknanya untuk memperkuat janji pernikahan dan mengikat
pernikahan fisik kedua mempelai secara rohani.
Apabila
sepasang mempelai Jepang ingin melaksanakan pernikahan tradisional
Jepang yang murni, maka kulit sang mempelai perempuan akan dicat putih
dari kepala hingga ujung kaki yang melambangkan kesucian dan dengan
nyata menyatakan status kesuciannya kepada para dewa.
Mempelai
perempuan umumnya akan diminta memilih antara dua topi pernikahan
tradisional. Satu adalah penutup kepala pernikahan berwarna putih yang
disebut tsuni kakushi (secara harafiah bermakna "menyembunyikan
tanduk"). Tutup kepala ini dipenuhi dengan ornamen rambut kanzashi di
bagian atasnya di mana mempelai perempuan mengenakannya sebagai tudung
untuk menyembunyikan "tanduk kecemburuan", keakuan dan egoisme dari ibu
mertua - yang sekarang akan menjadi kepala keluarga.
Masyarakat
Jepang percaya bahwa cacat karakter seperti ini perlu ditunjukkan dalam
sebuah pernikahan di depan mempelai pria dan keluarganya.
Penutup
kepala yang ditempelkan pada kimono putih mempelai perempuan, juga
melambangkan ketetapan hatinya untuk menjadi istri yang patuh dan lembut
dan kesediannya untuk melaksanakan perannya dengan kesabaran dan
ketenangan. Sebagai tambahan, merupakan kepercayaan tradisional bahwa
rambut dibiarkan tidak dibersihkan, sehingga umum bagi orang yang
mengenakan hiasan kepala untuk menyembunyikan rambutnya.
Hiasan
kepala tradisional lain yang dapat dipilih mempelai perempuan adalah
wata boushi. Menurut adat, wajah mempelai perempuan benar-benar
tersembunyi dari siapapun kecuali mempelai pria. Hal ini menunjukkan
kesopanan, yang sekaligus mencerminkan kualitas kebijakan yang paling
dihargai dalam pribadi perempuan.
Mempelai pria mengenakan kimono berwarna hitam pada upacara pernikahan.
Ibu
sang mempelai perempuan menyerahkan anak perempuannya dengan menurunkan
tudung sang anak, namun, ayah dari mempelai perempuan mengikuti tradisi
berjalan mengiringi anak perempuannya menuju altar seperti yang
dilakukan para ayah orang Barat.
Seperti
umumnya di Indonesia, para tamu yang diundang pada pesta pernikahan di
Jepang, perlu membawa uang sumbangan dalam dompet mereka. Hal ini karena
mereka diharapkan memberikan pasangan goshugi atau uang pemberian yang
dimasukkan dalam amplop, yang dapat diberikan baik sebelum atau sesudah
upacara pernikahan.
Di akhir
resepsi pernikahan, tandamata atau hikidemono seperti permen, peralatan
makan, atau pernak-pernik pernikahan, diletakkan dalam sebuah tas dan
diberikan kepada para tamu untuk dibawa pulang.
|
0 komentar:
Posting Komentar